Saturday 20 May 2017

Lets Start the Revenge of Spring East Europe Trip

St Stephen's Cathedral, Vienna - Austria
Spring East Europe Trip ini semacam “revenge” yang akhirnya terwujud juga, jadi ceritanya terakhir ke Eropa tahun 2004 saat itu masih kerja jadi Tour Leader di salah satu travel agent. Namanya juga kerja, jadi ga bisa maksimal nikmatin Eropa plus karena ga bayar jadi ga berasa excitement dan perjuangan nabung untuk mendapatkan tiket dan lainnya. Karena emang passion gw ga jadi Tour Leader, akhirnya di tahun yang sama gw ganti profesi lain sampe sekarang.

Kali ini gw mix dua pola perjalanan, yang pertama barengan dengan group Open Trip tanggal 06-15 Mei 2017 dan yang kedua extend sendirian tanggal 15-25 Mei 2017. Gw sengaja ikutan Open Trip karena pengen sesekali nyantai gak pusing urusin hotel, transport dan sebagainya. Kalo makan sih tetep sendiri, gw bukan orang yang effort bawa rice cooker, abon, rendang dan sebagainya. Cukup beberapa pop mie & boncabe aja. Selain untuk ngirit, kadang local food ga gitu cocok dengan lidah kampung gw. It’s not backpacker style juga karena niat mau open PO apapun buat tambahan jajan. Koper pas pergi ga begitu banyak beratnya, hanya sekitar 18 kg dari jatah 30 kg. Mudah”an pas balik, nambahnya pas ya ga akan lebih karena kalo harus bayar excess baggage bisa modar. Hahaha…

Senangnya dapat keluarga baru, photo di depan Prague Castle, Czech
Persiapan Open Trip dimulai dari tanggal 5 September 2016 untuk beli tiket promo Qatar Airways dengan harga 6,8 jutaan dengan rute Kuala Lumpur – Budapest dan Amsterdam – Kuala Lumpur via Doha, untuk Jakarta – Kuala Lumpur pp dapet promo Malaysian Airlines seharga 1,2 jutaan. Sebenernya bisa lebih murah lagi tapi tanggal yang gw mau untuk baliknya pas dapet lebih mahal dikit. It’s ok lah yang penting bisa maksimal menikmati Eropa.

Di luar persiapan Open Trip yang cukup bayar aja tanpa harus repot arrange rute dan sebagainya, gw lebih concern untuk atur strategi extend. Setelah utak atik sana sini dan menyesuaikan antara budget dan keinginan akhirnya mengurungkan beberapa tujuan impian seperti Zermatt yang terkenal dengan Klein Matternhorn nya (biaya paketnya aja bisa 5 jutaan termasuk makan siang fancy di kereta + akomodasi + cable car). Gw juga skip Italia padahal pengen banget ke Roma & Pisa tapi karena letaknya terlalu ke selatan jadi ga bisa. Setelah rute dah final dan visa dah di genggaman, gw cari hostel via booking.com dan milih yang termurah. Transportasi antar kota gw mix juga antara pakai Flix Bus dan Go Euro. Beli nya pun dari beberapa bulan sebelum berangkat supaya lebih murah. So, secara garis besar, rute gw adalah sebagai berikut :

Join Open Trip
06 Mei Jakarta – Budapest via Kuala Lumpur & Doha
07 Mei Tiba di Budapest
08 Mei Budapest
09 Mei Budapest – Vienna – Brno
10 Mei Brno – Praha – Brno
11 Mei Brno – Bratislava – Krakow
12 Mei Krakow – Berlin
13 Mei Berlin
14 Mei Berlin – Hannover – Amsterdam
15 Mei Amsterdam – Paris

Extend
16 – 17 Mei Paris
18 – 20 Mei Lausanne
20 – 22 Mei Munich
22 – 24 Mei Koln
24 – 25 Mei Koln – Amsterdam – Jakarta via Doha & Kuala Lumpur

Spring alias musim semi merupakan saat yang tepat untuk berkunjung ke Eropa, udara yang tidak begitu dingin disertai matahari yang hangat sangat cocok untuk tipikal orang Indonesia. Suhunya antara 8'-25'C. Dan yang paling penting sepanjang perjalanan akan disajikan pemandangan indah bunga warna - warni termasuk canola dan tulip yang tidak ada di Indonesia.

Untuk urusan internet, setelah gw banding-bandingkan pilihan pun jatuh ke Java Mifi yg menyediakan ruter WiFi dengan 2 pilihan : 3G (Rp.100.000) dan 4G (Rp.110.000) yang bisa dishare ke 5 user sekaligus dengan kuota tanpa batas. Penggunaannya dihitung pada saat tiba di kota tujuan. Lumayan fair kan jadinya plus ambil dan kembaliinnya bisa di bandara. Sebagai perbandingan rata - rata service roaming provide Indonesia sekitar 150-250 ribuan perhari, beli SIM card lokal pun terhitung mahal plus kuota nya dijatahin. 

Open Trip yang gw ikutin ini adalah kali kedua, yang sebelumnya gw ikut ke Maroko. Overall ok lah, kenapa bisa murah karena tidurnya bertiga, ga dapet makan dan peserta ga diservis layaknya tamu, semua self-service. Tapi team nya juga bersedia bantuin peserta untuk extend tiket dan handle masalah – masalah teknis lainnya.

And now, lets go to Europe. Yeay!

Pengeluaran persiapan :
Paket Open Trip Rp. 10.000.000
Tiket Pesawat Qatar Airways Kuala Lumpur - Budapest // Amsterdam - Kuala Lumpur Rp. 6.820.000
Tiket Pesawat Malaysian Airlines Jakarta - Kuala Lumpur - Jakarta Rp. 1.156.086
Visa Schengen Rp. 1.300.000
Sewa Router Wi Fi 3G + deposit Rp. 2.170.000
Pop mie, tolak angin, freshccare, antimo, boncabe Rp. 255.000

Friday 31 March 2017

Shopping Time di Krabi (270317)

Suasana di dalam Slinky Hostel, selain kipas angin tempat ini juga pakai AC
Jadi ceritanya rencana hari ini mau menjelajah pulau lagi, karena masih banyak spot – spot cantik yang wajib dinikmati, namun apa daya karena kurang tidur dan agak kelelahan (please don’t say it’s just because of my age :P) jadinya digantikan dengan aktifitas menghabiskan uang : S H O P P I N G.

Menu di Esan Gunaeng
Sengaja bangun agak siang untuk menikmati lebih banyak leyeh – leyeh di hostel. Sebagai traveler yang budget concern, gw selalu cari tempat makan yang biasa aja, jauh dari fancy. Ciri - cirinya yang letaknya agak di gang, interior khas warung dan penjualnya ga pake seragam. Beruntung banget bisa dapet yang kayak gitu kan, akhirnya kita menemukan 2 tempat : Esan Gunaeng yang mango sticky rice-nya enak dan banyak bgt porsinya plus warthai (ga ada namanya tapi kayak warteg gitu lah sistem tunjuk).

Penyeberangan yang kita ambil kali ini jam 14:00 dengan harga tiket termasuk antar ke hotel lebih mahal THB 150 dari sebelumnya karena ferry nya lebih bagus dan baru. Sempet ada miskom juga pas konfirmasi penjemputan karena travel agent nya lupa info ke drivernya jadi kita agak nunggu lama di Krabi Pier.

Untungnya traveling sama cewek, gw juga jadi lebih banyak tahu tentang item apa aja yang harganya lebih murah dari di Indonesia, tujuan selanjutnya adalah BIG C, supermarket terbesar yang letaknya di Krabi Town. Belanjaan yang direkomendasikan antara lain : Tae Kae Noi, Snail White Cream, Pringles Honey Butter, Bear Brand Honey, Nescafe Diet Coffee dan beberapa produk lokal seperti masker, sambal kemasan dan mie instan. Menurut Inne, selisih harganya lumayan banget loh bisa 30%.

Puas belanja di BIG C dan makan di KFC (terpaksa junk food karena food courtnya tutup lebih cepat, tapi egg tart nya enak loh), tujuan selanjutnya adalah mensortir satu persatu toko – toko yang terhampar menggoda di sekitaran hotel. Ada juga kedai franchise seperti McD, Burger King, Starbucks hingga Moven Pick Ice Cream. Gw sebenernya ga begitu suka belanja tapi jadi kalap pas lihat ada yang jual sofa air bag dengan harga yang jauh lebih murah dari Jakarta dan seketika itu pula langsung ber-ide untuk jual lagi. Hahahaha….
 
Jalanan Krabi yang lengang sepanjang hari
Sekitar jam 11 kembali ke hotel untuk packing dan nyicil nulis blog. Btw, Krabi jadi salah satu kota yang sangat menyenangkan di Thailand, tidak begitu ramai dan banyak terdapat masakan halal karena letaknya ga begitu jauh dari Langkawi. Banyak orang Malaysia yang berdagang dan usaha disana. Travel Agent yang kita gunakan jasanya juga keturunan Malaysia dan muslim bahkan pernah kuliah di Malang, beruntung banget kan jadi lebih mudah komunikasinya. Kalo pada mau ke Krabi, bisa hubungi Ms Arin di +66937805607  dan WA number +6281235912948 (dia masih pake nomor Indonesia loh).

Begitu banyak aktifitas dan spot menyenangkan yang bisa dijelajahi di Krabi. Ga macet, makanan enak, transportasi gampang dan affordable. What else? Mari ke Krabi

Pengeluaran hari ini :
Penyeberangan PhiPhi  – Krabi incl shuttle to hotel THB 450
Share hotel Rp. 300.000,-
Lunch telur dadar + green chicken curry THB 80
Mango sticky rice THB 70
Angkot Ao Nang – Big C THB 100
Belanja di BIG C THB 550
Dinner KFC THB 95
Share taksi Big C – Ao Nang THB 125
Pad Thai THB 80 

Thursday 30 March 2017

Keceriaan Phi Phi Island & Keindahan Plankton Snorkeling Tour (260317)

Waiting for Sunset
Hari ini wajib bangun jam 7 pagi untuk nyeberang ke Phi Phi, supaya ga terlalu banyak barang bawaan, gw tinggalin bagasi besar di hotel dan bawa hand carry aja. Ga ada angkot yang menuju lokasi penyeberangan, jadi harus beli di travel agent. Harga yang ditawarkan sekaligus pembelian tiket ferry dan tentunya lebih murah 150 THB.

Berikut jadwal penyeberangan yang bisa dipilih :
Krabi – Phi Phi
09.00, 10.00, 01.30 & 03.00
Phi Phi – Krabi
09.00, 10.30, 02.00 & 03.30

Selain melayani penyeberangan ke Phi Phi, pelabuhan kecil ini juga melayani penyeberangan ke Lanta. Setelah 1,5 jam di laut, gw pun tiba di Phi Phi. Cuacanya cerah banget dan tentunya ramai sekali, kebanyakan turis Eropa yang ke Asia “mencari” matahari. Terakhir gw ke Phi Phi sekitar 5 tahun lalu dan perkembangannya pesat banget, deretan café & toko ga cuma di sisi pantai saja tapi juga dibuat beberapa blok lengkap dengan pembangunan hotel dan hostel.

Menikmati Kano di Pileh Bay
Sambil menunggu dimulainya tour, gw ke Slinky Hostel dulu untuk istirahat sebentar dan menyimpan barang bawaan. Gw dan teman – teman sengaja pilih hostel karena selain harganya lebih murah, review yang kita baca pun sangat menarik : lokasi pas di depan pantai dan dibawahnya ada party bar. Walaupun kebayang sih tidur bakalan keganggu sama suara musik yang  berdentum kencang sampai pagi. Kapasitas kamar sebanyak 20 orang, bersih banget dan nampak masih baru. Overall, gw sangat merekomendasikan hostel ini.

Tepat jam 3 sore, island hoping pun dimulai dengan rute :

* Viking Caves yang nama Thai nya Tham Phaya Nak sebagai pemberian dari Raja Rama IX ketika berkunjung pada tahun 1972, goa ini bukanlah peninggalan bangsa Viking yang terkenal sebagai penguasa lautan, di depannya terdapat tumpukan kayu sebagai tempat berteduh yang di dalamnya terdapat beberapa lukisan kapal panjang penjelajah dan beberapa peninggalan para pelayar jaman dulu yang sempat mampir kesana untuk berteduh. Saat ini, hanya diperbolehkan untuk melihatnya dari jauh.

* Pileh Bay yaitu tempat yang diperbolehkan menjelajah dengan kano dan snorkeling menyaksikan keindahan karang plus ikan warna warni dengan ombak yang tenang dan air laut yang jernih selama 1 jam.

* Maya Bay yang jadi favorit kebanyakan orang, pasirnya yang putih lembut seperti susu bubuk plus pemandangan yang indah lengkap dengan panorama sunset keunguan yang kece. Puas menyaksikan sunset, peserta tour disuguhi buah dan makan malam berupa nasi, green curry chicken dan ayam goreng plus minuman bersoda. Too bad nya, ga disediakan sambal.

* Sebagai puncaknya, hari mulai malam dan peserta akhirnya diberikan sajian utama berupa pemandangan plankton yang sudah siap menyapa kita. Siap dengan alat snorkeling, kita pun menceburkan diri ke laut, lampu kapal dimatikan dan luar biasa banget ketika melihat ke bawah lautan, ada begitu banyak titik serupa lampu kelap kelip berseliweran. Indah banget. Khusus yang ini, hanya bisa dikenang karena ga bisa diphoto.
Menikmati sunset dari kapal ferry
Selain makanan utama, tour ini menyediakan cocktail untuk menghangatkan tubuh kita dan it’s free ^-^v . Sekitar jam 20:30 sudah kembali ke Phi Phi Pier dan berjalan kaki menuju hostel yang ternyata bar nya sudah menyapa para penggila pesta dengan musik – musik elekteronik kekinian. Walau sempat diguyur hujan lebat beberapa saat dan night still young, gw “memaksa” teman – teman untuk ga tidur dan menikmati malam di Phi Phi.

Phi Phi memang tidak pernah beristirahat, banyak sekali aktifitas yang ditawarkan. Selain island hoping juga terdapat hoping-hoping lainnya seperti café hoping, snack hoping dan minimart hoping (seriously, di saat kita khawatir memikirkan Inne yang nyampe terakhir di hostel, dia malah asik neduh di minimart hunting makanan kecil dan printilan lainnya).
Hostel yang dibawahnya ada party bar
Cocktail murah meriah
Berjalan kaki di malam hari sangat mengasyikan, termasuk mampir di bar yang menantang pengunjungnya untuk thai boxing, kios yang menjajakan cocktail dengan harga super murah dan menikmati banana choco pancake. Phi Phi Island is always mesmerizing !

Pengeluaran hari ini :
Penyeberangan Krabi – Phi Phi incl shuttle to pier THB 300
Arrival Fee Phi Phi THB 20
Hostel THB 520
Lunch chicken basil rice THB 100
Plankton Snorkeling Tour THB 1,700
Mineral water & Nescafe THB 22
Banana choco pancake THB 60
Beer Slinky Bar THB 120
Bucket cocktail share THB 50
Sate udang THB 40

Tuesday 28 March 2017

Pesona Krabi Yang Mulai Terpancar (240317)

Salah satu sudut penanjakan menuju puncak Tiger Cave Temple
24 Mar  Jakarta – Kuala Lumpur KL810    19:25 – 22:30
25 Mar  Kuala Lumpur – Krabi   AK866   07:10 – 07:30
  
Tidur di KLIA2
Sebagai seseorang yang mencintai Thailand, tentunya semacam menjadi rutinitas wajib untuk ingin lebih mengetahui apa saja yang terbaru dan menarik dari salah satu negara yang terkenal dengan surga belanja dan makanan ini. Bangkok, Pattaya & Phuket merupakan 3 kota yang seringkali dikunjungi oleh wisatawan, tapi Krabi? Rasanya belum begitu populer. Gw pun akhirnya memutuskan untuk mengunjunginya. Kali ini ga sendirian, ada Inne & Nadia plus Wil yang nyusul keesokan harinya.

Air Asia memiliki 3x penerbangan dari Kuala Lumpur yaitu 07:10, 13:30 & 17:00 dengan durasi 01 jam 20 menit. Gw memilih yang jam 07:10 dengan konsekuensi menginap di KLIA 2 terlebih dulu, the bright side thing adalah gw bisa merasakan transit yang lama dan usaha mencari spot ter-strategis (selain aman, tentunya dekat dengan colokan listrik). Lokasinya di belakang Starbucks lantai 2 dekat smoking room ^-^v

Setibanya di Krabi International Airport dan membeli sim card lokal, gw langsung membeli tiket bus menuju Ao Nang, yang merupakan kawasan pantai terpopuler. Letaknya sekitar 26 km dengan lama perjalanan sekitar 35 menit, namun bus tidak diperkenanankan masuk ke area tersebut, para penumpang disediakan sejenis angkot untuk melanjutkan perjalananan dari Krabi Town tanpa biaya tambahan. Kesan pertama yang gw dapatkan di Krabi adalah jalan raya yang lebar tanpa macet dan belum begitu banyak pembangunan.

Angkot khas Krabi

Sambil menunggu waktu check-in hotel, gw dan Inne menuju ke kios travel agent untuk menanyakan beberapa tempat wisata yang sebelumnya sudah ada di bucket list. Tidak begitu banyak tempat wisata ikonik yang di highlight. Tadinya sempat berpikir untuk mengambil paket halfday tour dengan tujuan Tiger Cave Temple & Elephant Trekking namun karena efek kurang tidur dan ehemm… uang yang terbatas, kami memutuskan untuk mengunjungi 1 tempat saja yaitu Tiger Cave Temple. Itupun tidak menggunakan paket tour, namun dengan menggunakan angkot. Untuk mendapatkan angkot yang lewat, sangat mudah karena di sepanjang jalan raya Ao Nang, terdapat signage tempat angkot berhenti yang menuliskan tujuan serta ongkos yang harus dibayar.
Sailfish Statue di Pantai Aonang sejak 2005

Tiger Cave Temple (Wat Tham Suea) berlokasi sekitar 4 km dari Krabi Town, merupakan komplek suci umat Buddha untuk tempat meditasi Vippassana (suatu cara merubah diri sendiri melalui pengamatan diri). Namanya mulai digunakan sejak tahun 1975, saat seorang biksu bernama Jumnean Seelasethho diberikan “penglihatan” dikelilingi oleh harimau yang juga meninggalkan tanda berupa jejak pada salah satu dinding goa. Ada 3 area yang dapat dikunjungi : goa yang menyimpan beberapa artefak kuno, pagoda dan yang utama adalah patung Buddha yang dapat ditempuh dengan menggunakan 1,237 anak tangga lengkap dengan sedikit gangguan dari beberapa monyet hutan ! Dengan tekad sekuat baja dan usaha yang kuat, akhirnya gw MENYERAH di tangga ke 587. Anak tangga yang curam dan berliku plus gerimis akhirnya menciutkan semangat gw lengkap dengan alasan kurang istirahat untuk terhindar dari sakit. Gw pun kembali ke bawah dengan rela menerima kenyataan bahwa 2 temen gw yang wanita itu ternyata mampu menyelesaikan tantangan ini. Sebagai “hadiah” mereka mendapatkan pemandangan berupa gugusan hutan yang terbentang indah lengkap dengan Laut Andaman yang keren banget katanya (sampai saat ini gw harus ikhlas menggunakan “katanya” karena ga ngalamin sendiri).

Karena sudah lewat jam 6 sore dan angkot dah ga ada yang mangkal, akhirnya kami bertiga harus rela menyewa mobil untuk menuju Krabi Town Weekend Night Market sambil menikmati malam minggu (yang biasanya kelabu, karena kami jomblo). Seperti Night Market pada umumnya, tempat ini menawarkan banyak sekali macam makanan. Dari yang otentik seperti green curry chicken, mango sticky rice, pad thai hingga yang fusion seperti sushi yang dipadukan dengan bumbu Thai, ga cuma makanan tapi juga banyak dijual berbagai oleh – oleh. Pasar ini dibuka setiap Jum’at, Sabtu & Minggu dari jam 5 – 10 malam, jadwal angkot terakhir menuju Ao Nang yaitu jam 10 malam. Area pasar tidak begitu besar, sangat nyaman untuk dikunjungi wisatawan yang kelelahan seperti kami.
Suasana di Krabi Town Weekend Night Market
Anyavee Ban Aonang Resort tempat kami menginap memiliki lokasi yang strategis karena hanya beberapa meter saja dari pantai. Kamarnya agak spooky karena bangunan lama, tapi karena live music yang terdengat hingga ke kamar membuat gw yang tidur sendiri merasa lebih “aman”.

Pengeluaran hari ini :

Tiket Jakarta – Kuala Lumpur Rp. 688.800
Tiket Kuala Lumpur – Krabi pp Rp. 971.500
Share hotel Rp. 300.000
SIM Card THB 200
Bus Bandara – Ao Nang THB 150
Makan siang THB 80
Air mineral, Nescafe THB 30
Jus pisang THB 40
Angkot Ao Nang – Tiger Cave Temple THB 150
Air mineral, pad thai, thai iced tea THB 90
Share mobil Tiger Cave Temple – Krabi Town Weekend Night Market THB 100
Squid satay 2 pcs THB 30
Green curry chicken with noodle THB 20
Ayam goreng THB 30
Share duren montong THB 200
Energy drink THB 10 

Tuesday 14 March 2017

MOVIE REVIEW : TRINITY THE NEKAD TRAVELER

TRINITY THE NEKAD TRAVELER **

Tanggal Rilis : 16 Maret 2017
Sutradara : Rizal Mantovani
Production House : Tujuh Bintang Sinema

Pastinya ga cuma gw aja yang tadinya sempat mengira “The Nekad Traveler” ini mengalami “typo” dalam penulisan judulnya, namun menurut info yang gw dapat, hal ini untuk menghindari missed-perception dari judul buku aslinya yang menggunakan kata “Naked”. Film ini diadaptasi dari rangkaian buku best seller yang memuat catatan perjalanan seorang traveler perempuan yang tentunya menginspirasi para traveler pemula untuk mengikuti jejaknya agar lebih mengenal dunia. Trinity memang sudah tidak asing lagi di dunia traveling Indonesia, kunci keberhasilannya terletak pada cara bertutur yang informatif namun tidak menggurui, sangat pop dan “kita” banget lah pokoknya.

Bagaimana hasilnya jika buku tersebut dijadikan sebuah film? Tentunya dari sisi bisnis, film ini diharapkan tidak hanya diperuntukkan bagi traveler saja namun ke target penonton yang lebih luas dan pastinya akan banyak penyesuaian di beberapa hal. Perlu kompromi tertentu bagi pembaca setia Trinity agar film ini lebih menyenangkan untuk ditonton.

Bercerita tentang seorang pegawai kantoran yang doyan banget jalan – jalan dengan kendala yang tentunya sering dialami oleh kita semua : uang pas – pas an dan jatah cuti yang rasanya ga pernah cukup, ditambah lagi dikejar pertanyaan kapan nikah dari orangtua. Trinity (Maudy Ayunda) selalu menuliskan pengalamannya melalui blog naked-traveler.com dan secara perlahan mulai mendapatkan pembaca setia yang “ga sengaja” mampir karena niat yang “berbeda”. Dia juga memiliki bucket list yang isinya ga cuma tempat wisata incaran tapi juga ada beberapa hal nyeleneh, diantaranya : Berenang bareng hiu dan nongkrong bareng Tompi.

Keseruan film dimulai saat ia menyadari ada harpitnas (hari kejepit nasional) yang membawanya menuju Lampung menyaksikan Festival Layang – Layang, mengunjungi Pulau Anak Gunung Krakatau untuk menyaksikan keindahan Gunung Krakatau dan melihat konservasi gajah di Way Kambas. Keberuntungan pun datang karena tuntutan pekerjaan yang membuatnya harus pergi menuju Makassar dan tentunya dimanfaatkan untuk berkunjung ke beberapa tempat wisata.

Cerita semakin menarik ketika Trinity traveling ke Philippine bersama kedua sahabatnya, Yasmin (Rachel Amanda) dan Nina (Anggika Bolsterli) serta sepupunya, Ezra (Babe Cabita). Konflik pun dimulai saat salah satu sahabatnya mulai terganggu dengan bucket list yang membuat Trinity jadi terkesan egois. Kehadiran Paul (Hamish Daud) dan Mister X juga menjadi bumbu lain yang coba dihadirkan melalui film berdurasi 103 menit ini.

***

Spot wisata dengan view yang menawan, tips traveling yang tidak menggurui serta komedi yang dihadirkan pada awal hingga tengah film sangat menyenangkan untuk disimak, namun sangat disayangkan ketika memasuki plot cerita di Philippine terasa kurang maksimal karena lebih fokus kepada konflik dan hanya mengambil spot di Quiapo Market padahal masih banyak spot ikonik yang bisa dieksplor. Kehadiran sosok Paul dengan dialog terdengar cheesy nampaknya sengaja digunakan untuk memperluas “target pasar” ke segmen lainnya , malah membuat film ini agak sedikit kehilangan arah.

Pemilihan Rizal Mantovani sebagai Sutradara sangat tepat karena sebelumnya sukses membuat film dengan view yang memanjakan seperti Air Terjun Pengantin (2009) & 5 cm (2012). Salut juga dengan Joseph Jafar sebagai Music Director yang memanjakan telinga penonton dengan backsound & backsong yang catchy.

Kalo dari sisi peran, Ayu Dewi sang bos dan Mala Barbie sang pegawai caper menjadi bumbu yang tidak hanya renyah, namun juga berkesan bagi penonton.

Sebagai pembaca setia blog sang penulis asli, gw bakalan setia menunggu kehadiran sekuelnya. 

Film ini sangat layak ditonton sebagai ungkapan bangga dan syukur bahwa pariwisata Indonesia memiliki begitu banyak ragam keindahan dan tentunya sebagai penyemangat awal bagi yang tidak ingin kehilangan momen traveling sebagai pengalaman berharga dalam hidup, seperti kutipan Mark Twain yang dihadirkan pada awal film :

“20 tahun dari sekarang, kau akan lebih banyak kecewa akan hal – hal yang pernah tak kau lakukan.”

***

Dialog menarik :
“Nulis ibarat doa dan alam semesta akan mengamini”
“Kemanapun kaki melangkah, rumahku Indonesia”

XXI Plaza Senayan, A7

Monday 7 March 2016

BERSANTAI DI TAMAN & BERBAUR DENGAN MASYARAKAT LOKAL SHENZHEN (170116)

Selain dikenal sebagai surga belanja, Shenzhen juga memiliki beberapa objek wisata yang kerap menjadi tujuan ‘wajib’ bagi para pelancong, diantaranya : Window Of The World & Splendid China Folk Village. Namun, gw memutuskan untuk tidak pergi ke semuanya. Berdasarkan informasi yang gw dapat, kedua tempat ini sudah lama tidak direnovasi sehingga menyebabkan banyak spot yang kotor dan tutup sementara plus harga tiket masuk yang lumayan mahal yaitu RMB 180 untuk ke masing – masing tempat.

Modern Toilet Resto yang masig menampilkan menu
Mumpung ada travel partner yang asik dan mempunyai offline maps di iphone nya (gw pake Android), akhirnya mengajak Suzie untuk mencari keunikan yang gratis dan menyenangkan dengan berjalan kaki, berharap menemukan sesuatu yang ga umum dan ga diduga. Malam sebelumnya gw sempet janjian dengan backpacker asal Indonesia untuk bertemu di Modern Toilet Resto di Dongmen, namun ternyata mereka ga bisa dihubungi mungkin karena kuota internetnya habis atau mungkin khilaf belanja >.<

Kami kembali berjalan kaki menuju Dongmen untuk hunting dimana lokasi Modern Toilet Resto yang merupakan franchise asal Taiwan, dibangun sejak 2008 dengan dekorasi unik sesuai namanya. Mulai dari tempat duduk yang berbentuk kloset lengkap dengan makanan yang dibentuk seperti ‘pup’ namun dengan cita rasa yang enak dan khas. Rasa penasaran kami langsung buyar ketika mendapati restoran tersebut ternyata baru saja tutup, ntah untuk renovasi atau pindah lokasi. Tidak ada informasi yang tertempel di pintu masuk. Kami masih bisa masuk ke dalam dan menyaksikan beberapa ‘peninggalan’ dekorasi yang terbagi di lantai 2 dan 3, Jiefanlu Buliding tersebut.

Life Jacket Vending Machine
Sebelum lanjut menjelajahi tempat lainnya, kami mencari tempat makan termurah namun enak dan mata kami tertuju kepada sebuah tempat serupa warteg yang ramai antrian. Hanya dengan membayar RMB 12 gw dapat menikmati sepiring nasi, udang dan sayuran plus sambel yang enak banget. Slurppp.  


Selain mengumpulkan photo manequin, Suzie juga hobi mengoleksi beberapa tanda pengumuman yang salah pengejaan Bahasa Inggris. Tadinya gw ga ngeh, tapi ternyata lumayan banyak dan lucu banget. Ada ‘No Burning’ yang seharusnya ‘No Smoking’ plus vending machine bertuliskan ‘Life Jacket’ yang ternyata berisikan kondom serharga RMB 1 !


Pengemis yang beralaskan spring bed >.<
Kami sempat mampir ke salah satu coffee shop terkenal asal Taiwan yaitu 85' Bakery Cafe untuk membeli kopi sebagai teman berjalan kaki menyusuri Shenzhen di hari Minggu, sambil melihat kebiasaan hidup orang setempat sangat menyenangkan. Potret kehidupan kota metropolitan yang selalu ada kesenjangan, si kaya yang gadget dan bajunya terkini dan si miskin yang terlantar. Bedanya orang miskin di Shenzhen dan di Jakarta bisa terlihat dari alas tidur, jika di Jakarta hanya beralaskan koran, di Shenzhen minimal kasur tipis bahkan spring bed yang di sebelahnya ada koper butut tempat mereka menyimpan pakaian. Kalo di Indonesia kan cukup dengan kardus atau plastik bekas aja.






Bermain kartu bersama wanita - wanita cantik
Gw selalu suka menghabiskan waktu di taman, menikmati suasana yang tenang dengan oksigen yang sangat menyegarkan. Setelah berjalan kaki sekitar 20 menit melintasi area residensial, kami menemukan taman yang cukup besar bernama Shenzhen Renmin Park, dibangun pada tahun 1983 yang memiliki luas 10,08 hektar termasuk di dalamnya terdapat danau buatan 2,1 hektar. Secara garis besar, taman ini terbagi menjadi 4 area : Area Bersantai, Area Ibadah, Area Olahraga dan Area Budidaya Mawar. Di area bersantai terdapat beberapa orang tua yang sedang bermain kartu dan melantunkan nyanyian mandarin klasik. Area Ibadah terdapat gedung semacam chapel dan gedung pernikahan kecil. Taichi dan memancing di danau menjadi aktifitas yang dominan dilakukan di Area Olahraga. Walaupun musim dingin, namun gw masih bisa melihat beberapa bunga mawar berbagai jenis yang mekar dengan sempurna. Ada begitu banyak penghargaan yang disematkan oleh pemerintah atas kesuksesan pengeloaan taman ini, salah satunya pada tahun 2013 lalu mendapat predikat ‘The Best Botanical Garden’ oleh Chinese Association of Parks.


Happy sunset
Puas menghabiskan waktu di taman dengan bonus sunset di atas jalan layang sewaktu berjalan kaki kembali ke Dongmen, membuat hari ini menjadi sempurna. Karena ini malam terakhir gw di Tiongkok, gw berniat untuk makan sepuasnya. Ada 1 area khusus semacam food court yang sangat besar menghidangkan berbagai suguhan lokal termasuk makanan halal. Pilihan gw tertuju pada nasi goreng sayur khas Shenzhen, plus menikmati sepuas – puasnya 2 sate cumi yang besar.



Sekitar jam 9 malam, kami kembali ke hotel sambil berjalan kaki menikmati es krim yang kami beli di 711. Oia, akhirnya gw pindah ke kamar bawah yang kasurnya lebih empuk dan bukan dari besi reyot dengan menambah beberapa Yuan. Saatnya untuk packing dan pasang alarm untuk besok paginya berpetualang menuju Macau.

Biaya hari ini :
- Upgrade kamar hostel : RMB 10
- Makan siang : RMB 12
- Minuman : RMB 3.5
- Coffee : RMB 15
- Makan malam : RMB 10
- Sate Cumi : RMB 10
- Ice Cream : RMB 14.5

Wednesday 24 February 2016

HOSTEL BUTUT DI SHENZHEN DENGAN PEMANDANGAN YANG DAHSYAT (160116)

Pemandangan dari 'the one and only luxurious hostel'
Tiba waktunya melepas kedinginan di Guilin yang menyenangkan dan bergegas menuju Shenzhen via Guilin North Railway Station yang sebenernya bisa ditempuh dengan menggunakan bus umum namun karena kendala bahasa dan waktu, gw harus merogoh kocek lebih dalam untuk membayar taksi.

Guilin North Railway Station
Ada 3 jadwal kereta cepat menuju Shenzhen North Railway Station yaitu jam 11:10, 16:12 dan 18:45 plus 1 kereta biasa pada jam 21:30 yang terdapat sleeper bed. Gw sengaja mengambil jadwal yang pertama agar lebih lama menikmati Shenzhen. Kangen juga dengan suasana kota metropolitan.


Seiring menipisnya persediaan uang, gw bertekad sekuat hati dan sepenuh jiwa untuk menggunakan transportasi umum selama di Shenzhen. Setibanya di kota nelayan yang di bangun pada tahun 1979 ini, gw langsung mencari Information Centre untuk bertanya bagaimana cara menuju hostel tempat gw menginap, tentunya dengan menggunakan Subway yang letaknya masih di area yang sama dengan stasiun tempat gw tiba.


Shenzhen Subway resmi digunakan untuk umum pada tahun 2004 dan memiliki 5 jalur :
-          Luo Bao Line (Line 1)                      : Luohu – Aiport East
-          She Kou Line (Line 2)                      : Chiwan – Xinxiu
-          Long Gang Line (Line 3)                 : Shuanglong – Yitian
-          Long Hua Line (Line 4)                   : Futian Checkpoint – Qinghi
-          Huan Zhong Line (Line 5)              : Qianhaiwan – Huangbeiling

Parah banget kan kamarnya
Nah yang agak menyebalkan, di mesin tempat membeli tiket hanya ada aksara mandarin, jadi agak repot mencocokan dengan hand map. Hostel kali ini sangat susah untuk dicari, berlokasi di sebuah gedung tua di lantai 28 dengan tipe mezanin. Pada saat pemesanan, gw membaca ‘Grand Opening Promo’ lengkap dengan lokasi dan harga yang tidak begitu mahal membuat gw yakin untuk memilih hostel yang bernama Lijing Mansion Hostel ini. Kenyataannya sangat pahit, ternyata ini hostel lama yang kotor dan tidak hanya ditempati oleh wisatawan namun terdapat beberapa warga lokal yang ‘ngekos’ disitu. Kamar yang gw huni terletak di bagian atas bersebelahan dengan kamar wanita, diisi oleh 8 orang dengan 4 ranjang reyot tingkat, gw dapet di bagian atas. Sepreinya entah sudah berapa lama ga diganti, tidak ada bantal apalagi guling, kamar mandinya jadi satu di bagian luar berhiaskan pakaian kotor, sampah shampoo sachet dan sampah tisu yang berbaur dengan ubin berlumut dan helaian rambut ntah punya siapa. Lagi – lagi karena kendala bahasa, gw agak males untuk berargumen kenapa ditulis GRAND OPENING PROMO. Grrr....


Ngobrol seru bareng Suzie
Namanya Suzie Lee, backpacker asal Amrik yang menyapa ramah disaat gw keluar kamar mandi. “Senang berkenalan dengan kamu” sapanya setelah gw menjawab berasal dari Indonesia. Rupanya dia pernah ke Indonesia pada tahun 2004 lalu dan masih ingat beberapa kalimat umum. Setelah mengobrol singkat, kami pun sepakat untuk cari tempat makan malam bareng.


Sambil menikmati early dinner dengan menu lokal di sebuah resto kecil, kami pun berbincang untuk saling mengenal. Dimulai dengan pertanyaan standar ‘dari kota mana dan akan ke kota mana?’ hingga pertanyaan ‘apa yang disuka dari Indonesia?’. Indonesia memiliki kesan tersendiri bagi Suzie, ia menghabiskan waktu sekitar 6 bulan menjelajah Indonesia dari Sabang ke Merauke dalam arti sebenarnya. Tidak dengan pesawat namun dengan PELNI dan transportasi darat yang termurah. Sempat menjadi sukarelawan di Aceh paska Tsunami hingga menjelajah Papua namun tidak sempat ke Raja Ampat karena sangat mewah dan mahal menurutnya. Ia juga sempat terkena Malaria di Pulau Banda dan dirawat orang lokal yang baik hati selama beberapa bulan. Untuk urusan lagu, dia sangat suka dengan ‘Jika’ nya Melly Goeslaw & Ari Lasso dan tentunya ‘Kucing Garong’ dari Trio Macan. Surprisingly, kedua lagu tersebut masih disimpan di itunes nya.

Deretan manequin berbaris di salah satu toko
Suzie tipikal yang sangat menikmati suasana alami sebuah kota, tidak tertarik dengan tempat wisata berbayar dan tidak mempunyai rencana. Jadi lebih gw yang mengarahkan, sambil berjalan kaki, kami pun menuju ke Dongmen Shopping Street yang merupakan pusat perbelanjaan terbesar di Shenzhen yang dibangun sejak sekitar 300 tahun lalu! Hanya berkeliling singkat saja, sekedar ingin tahu karena belum ada niat untuk berbelanja apapun. Oia, kami sempat mencicipi sate cumi panggang berukuran panjang berbumbu kari yang enak banget plus jambu potong segar.


Suzie punya kebiasaan unik yaitu memphoto beberapa manequin yang menurutnya aneh. Mulai dari manequin ala Lady Gaga hingga Whitney Houston yang kribo. Hahaha.... Kurang lebih sejam setelah kelelahan berkeliling, kami pun pulang ke ‘the one and only luxurious hostel’. Tidak cukup dengan kamar yang sumpek dan kotor, suara ngorok dan hp yang berisik ternyata membuat gw sangat susah tidur padahal badan ini capek banget. Saking keselnya, gw sampe hunting hostel lain via internet. Ditengah keputusasaan, gw menengok ke balkon yang penuh jemuran pakaian dalam tersebut dan terpana menyaksikan pemandangan citilights yang dahsyat berhiaskan kelap kelip lampu dengan siluet gedung pencakar langit yang memukau khas kota metropolitan. Ternyata masih ada sisi menyenangkan dari hostel ini. Hidup itu adil kalo kita bersyukur. Ya kan?
Pemandangan siang hari dari balkon hostel


Biaya hari ini :
- Tiket kereta Guilin – Shenzhen : RMB 242
- Sarapan burger : RMB 20
- Snack pagi : RMB 7
- Tiket subway – hostel : RMB 5
- Makan malam share : RMB 36
- Snack cumi share : RMB 5
- Snack + minuman 711 : RMB 12
- Buah : RMB 3
- Lijing Mansion Hostel 2 malam : RMB 98