Wednesday 24 February 2016

HOSTEL BUTUT DI SHENZHEN DENGAN PEMANDANGAN YANG DAHSYAT (160116)

Pemandangan dari 'the one and only luxurious hostel'
Tiba waktunya melepas kedinginan di Guilin yang menyenangkan dan bergegas menuju Shenzhen via Guilin North Railway Station yang sebenernya bisa ditempuh dengan menggunakan bus umum namun karena kendala bahasa dan waktu, gw harus merogoh kocek lebih dalam untuk membayar taksi.

Guilin North Railway Station
Ada 3 jadwal kereta cepat menuju Shenzhen North Railway Station yaitu jam 11:10, 16:12 dan 18:45 plus 1 kereta biasa pada jam 21:30 yang terdapat sleeper bed. Gw sengaja mengambil jadwal yang pertama agar lebih lama menikmati Shenzhen. Kangen juga dengan suasana kota metropolitan.


Seiring menipisnya persediaan uang, gw bertekad sekuat hati dan sepenuh jiwa untuk menggunakan transportasi umum selama di Shenzhen. Setibanya di kota nelayan yang di bangun pada tahun 1979 ini, gw langsung mencari Information Centre untuk bertanya bagaimana cara menuju hostel tempat gw menginap, tentunya dengan menggunakan Subway yang letaknya masih di area yang sama dengan stasiun tempat gw tiba.


Shenzhen Subway resmi digunakan untuk umum pada tahun 2004 dan memiliki 5 jalur :
-          Luo Bao Line (Line 1)                      : Luohu – Aiport East
-          She Kou Line (Line 2)                      : Chiwan – Xinxiu
-          Long Gang Line (Line 3)                 : Shuanglong – Yitian
-          Long Hua Line (Line 4)                   : Futian Checkpoint – Qinghi
-          Huan Zhong Line (Line 5)              : Qianhaiwan – Huangbeiling

Parah banget kan kamarnya
Nah yang agak menyebalkan, di mesin tempat membeli tiket hanya ada aksara mandarin, jadi agak repot mencocokan dengan hand map. Hostel kali ini sangat susah untuk dicari, berlokasi di sebuah gedung tua di lantai 28 dengan tipe mezanin. Pada saat pemesanan, gw membaca ‘Grand Opening Promo’ lengkap dengan lokasi dan harga yang tidak begitu mahal membuat gw yakin untuk memilih hostel yang bernama Lijing Mansion Hostel ini. Kenyataannya sangat pahit, ternyata ini hostel lama yang kotor dan tidak hanya ditempati oleh wisatawan namun terdapat beberapa warga lokal yang ‘ngekos’ disitu. Kamar yang gw huni terletak di bagian atas bersebelahan dengan kamar wanita, diisi oleh 8 orang dengan 4 ranjang reyot tingkat, gw dapet di bagian atas. Sepreinya entah sudah berapa lama ga diganti, tidak ada bantal apalagi guling, kamar mandinya jadi satu di bagian luar berhiaskan pakaian kotor, sampah shampoo sachet dan sampah tisu yang berbaur dengan ubin berlumut dan helaian rambut ntah punya siapa. Lagi – lagi karena kendala bahasa, gw agak males untuk berargumen kenapa ditulis GRAND OPENING PROMO. Grrr....


Ngobrol seru bareng Suzie
Namanya Suzie Lee, backpacker asal Amrik yang menyapa ramah disaat gw keluar kamar mandi. “Senang berkenalan dengan kamu” sapanya setelah gw menjawab berasal dari Indonesia. Rupanya dia pernah ke Indonesia pada tahun 2004 lalu dan masih ingat beberapa kalimat umum. Setelah mengobrol singkat, kami pun sepakat untuk cari tempat makan malam bareng.


Sambil menikmati early dinner dengan menu lokal di sebuah resto kecil, kami pun berbincang untuk saling mengenal. Dimulai dengan pertanyaan standar ‘dari kota mana dan akan ke kota mana?’ hingga pertanyaan ‘apa yang disuka dari Indonesia?’. Indonesia memiliki kesan tersendiri bagi Suzie, ia menghabiskan waktu sekitar 6 bulan menjelajah Indonesia dari Sabang ke Merauke dalam arti sebenarnya. Tidak dengan pesawat namun dengan PELNI dan transportasi darat yang termurah. Sempat menjadi sukarelawan di Aceh paska Tsunami hingga menjelajah Papua namun tidak sempat ke Raja Ampat karena sangat mewah dan mahal menurutnya. Ia juga sempat terkena Malaria di Pulau Banda dan dirawat orang lokal yang baik hati selama beberapa bulan. Untuk urusan lagu, dia sangat suka dengan ‘Jika’ nya Melly Goeslaw & Ari Lasso dan tentunya ‘Kucing Garong’ dari Trio Macan. Surprisingly, kedua lagu tersebut masih disimpan di itunes nya.

Deretan manequin berbaris di salah satu toko
Suzie tipikal yang sangat menikmati suasana alami sebuah kota, tidak tertarik dengan tempat wisata berbayar dan tidak mempunyai rencana. Jadi lebih gw yang mengarahkan, sambil berjalan kaki, kami pun menuju ke Dongmen Shopping Street yang merupakan pusat perbelanjaan terbesar di Shenzhen yang dibangun sejak sekitar 300 tahun lalu! Hanya berkeliling singkat saja, sekedar ingin tahu karena belum ada niat untuk berbelanja apapun. Oia, kami sempat mencicipi sate cumi panggang berukuran panjang berbumbu kari yang enak banget plus jambu potong segar.


Suzie punya kebiasaan unik yaitu memphoto beberapa manequin yang menurutnya aneh. Mulai dari manequin ala Lady Gaga hingga Whitney Houston yang kribo. Hahaha.... Kurang lebih sejam setelah kelelahan berkeliling, kami pun pulang ke ‘the one and only luxurious hostel’. Tidak cukup dengan kamar yang sumpek dan kotor, suara ngorok dan hp yang berisik ternyata membuat gw sangat susah tidur padahal badan ini capek banget. Saking keselnya, gw sampe hunting hostel lain via internet. Ditengah keputusasaan, gw menengok ke balkon yang penuh jemuran pakaian dalam tersebut dan terpana menyaksikan pemandangan citilights yang dahsyat berhiaskan kelap kelip lampu dengan siluet gedung pencakar langit yang memukau khas kota metropolitan. Ternyata masih ada sisi menyenangkan dari hostel ini. Hidup itu adil kalo kita bersyukur. Ya kan?
Pemandangan siang hari dari balkon hostel


Biaya hari ini :
- Tiket kereta Guilin – Shenzhen : RMB 242
- Sarapan burger : RMB 20
- Snack pagi : RMB 7
- Tiket subway – hostel : RMB 5
- Makan malam share : RMB 36
- Snack cumi share : RMB 5
- Snack + minuman 711 : RMB 12
- Buah : RMB 3
- Lijing Mansion Hostel 2 malam : RMB 98


No comments:

Post a Comment