Tuesday 2 April 2013

MOVIE REVIEW : MADRE

MADRE *

Taggal Rilis : 28 Maret 2013
Sutradara : Benni Setiawan
Production House : Mizan Production

MADRE diangkat dari sebuah novelet laris karya Dewi Lestari yang sekaligus merupakan cerita ketiga darinya yang diolah menjadi sebuah film setelah Perahu Kertas & Rectoverso. Selayaknya buku best seller, pastilah sang pembaca sangat antusias menyambut film bergenre drama romantis ini apakah yang mereka bayangkan mendekati apa yang divisualisasikan.  Dan hasilnya cukup mengecewakan.

MADRE bercerita tentang seorang pemuda penuh kebebasan bernama Tan Sen (Vino Bastian) yang hidupnya berubah sekejap ketika mendapatkan warisan sebuah kunci dari kakeknya. Kunci tersebut membawa nya menerima sebuah biang roti atau MADRE yang merupakakan sumber kejayaan sebuah toko roti bernama Tan de Bakker dan kemudian akhirnya bangkrut termakan modernisasi. Lewat bimbingan Pak Hadi (Didi Petet) yang gigih meyakinkan bahwa MADRE tersebut merupakan sesuatu yang hidup dan harus dipertanggungjawabkan oleh yang diberikan amanat, berbagai konflik pun dimulai. Tan Sen yang selalu mencurahkan isi hatinya lewat blog membuat ia berkenalan dengan seorang wanita bernama Mei (Laura Basuki) yang memberikannya begitu banyak pelajaran hidup, termasuk cinta

Mungkin ini adalah film rilisan Mizan Production yang bisa dibilang tidak berbobot, padahal disutradarai oleh Benni Setiawan yang sukses membawa beberapa film laris di pasaran sekaligus mendapatkan sederet penghargaan seperti film Bukan Cinta Biasa (2009) & 3 Hati 2 Dunia 1 Cinta (2010) serta dua pemeran peraih piala Citra.

Mulai dari cerita yang dimodifikasi menjadikan film ini hanya layak untuk ditayangkan menjadi FTV ringan dan beberapa elemen yang rasanya sangat ceroboh untuk tidak diperhatikan. Plot dirubah yang awalnya bersetting Kota Tua Jakarta menjadi di Braga Bandung, Pak Hadi yang semula beraksen Jawa pun harus disesuaikan beraksen khas Sunda yang diperankan dengan sangat tidak menantang oleh aktor kawakan Didi Petet.

Di awal film, terasa kosong dengan isian adegan - adegan komedi yang gagal lucu. Visual jalan Braga yang dirangkai apik dan dramatis tidak seimbang dengan suasana Bali yang biasa saja. Ntah kenapa seperti tidak ada chemistry antara Vino dan Laura padahal di film sebelumnya mereka sukses menjadi sosok yang mampu nyambung dengan pasangannya. Sosok Tan Sen yang digambarkan menjadi pria penuh kebebasan seolah terlihat lemah dan tidak punya pendirian, berbanding terbalik dengan hidupnya yang keras dan mandiri. Tidak diperlihatkan juga pergumulan dia dalam menentukan pilihan. Saya suka dengan akting Laura yang sangat natural apa adanya. Sebenarnya untuk apa ya open casting yang gencar dipromosikan sebelumnya kalau ternyata yang memerankannya bukan pemain baru? Saya juga agak kecewa dengan penampilan pemain pendukung (para pegawai toko roti Tan de Bakker) yang actingnya sangat dibuat - buat dan ada penekanan ekspresi tidak penting seperti di panggung teater.

Back sound dan back song musik klasik dan keroncong harus rela diganggu oleh kehadiran soundtrack dari Afgan yang tentunya dipersiapkan sebagai penambah daya jual film yang berdurasi 102 menit ini.

Beberapa blooper yang jangan sampai terlewatkan :

-  Tan Sen hanya membawa 1 ransel kecil yang rasanya kok agak ga wajar untuk memuat beberapa baju band, jeans belel serta sepatu miliknya.

- Tidak diperlihatkan perubahan keberhasilan toko Tan de Bakker dari sisi pengunjung, hanya diperlihatkan bahwa karyawan bertambah, dan itupun hanya di dapur, tidak di area penjualan.

- Pada saat Tan Sen di warnet, terihat bocor tampilan di menu bertuliskan TELKOMSEL FLASH ADVANCE berarti koneksi nya menggunakan modem, padahal sedang berada di warnet

- Ada dialog dimana Tan Sen berujar kepada Mei : Kamu suka banget ya minum cappuccino, tapi ada 1 scene di akhir yang memperlihatkan Mei minum orange juice --"

- Dengan polosnya Mei memajang photo berdua dengan Tan Sen di kantor sedangkan ia sekantor dengan tunangannya. Senaif itukah?

Beberapa dialog menarik :

- Hidup kan perlu tanggung jawab, perlu tantangan, perlu keseimbangan, kalo ga... kamu akan jatuh pada 1 sisi

- Hidup jangan dicoba - coba, kamu mesti serius, kalo ga hidup kamu akan dicoba terus loh

- Kalo jatuh cinta itu pelan - pelan, asal jangan lambat. Tangkep selagi bisa, daripada nanti menyesal

- Kalo kita mau diingat orang sesudah mati, kita harus berbuat baik dan bermanfaat buat orang lain

2 comments:

  1. Seperti biasa... sebuah film yg diadaptasi dari sebuah novel, kurang bisa memuaskan pembacanya....

    ReplyDelete
  2. Hai Dian,

    Salam kenal..maaf baru baca commentnya.. Thanks ya, tunggu review saya utk film Indonesia lainnya...

    ReplyDelete